Hujan rintik-rintik turut menyirami sebuah rumah asri di kawasan Cinere akhir Desember lalu. Ketika Farmacia berkunjung, , si empunya rumah, Ferrasta Soebardi, menyambut dengan ramah. Di atas kursi rodanya.
"Saya menderita multiple sclerosis," kata pria 51 tahun yang terkenal
dengan gayanya saat membawakan kuis jari-jari. Pepeng, sapaan akrabnya,
sejak enam bulan lalu, tidak mampu lagi beraktivitas seperti sediakala .
Gerakan kakinya mesti ditopang oleh kursi roda. Meski begitu, sambil
berbincang nampak Pepeng leluasa menggerakkan tangan , badan, ataupun
kepalanya. Penyakit ini, menyerang ruas saraf belakangnya, yang
menyebabkan kelumpuhan pada kaki.
Berawal pada bulan Juli 2005 lalu, kakinya mendadak tidak bisa
digerakkan yang menyebabkan ia terjatuh. Segera ia dibawa ke rumah
sakit. Sempat diduga ia menderita diabetes atau ada tulang saraf yang
terjepit. Namun setelah diperiksa, hal itu tidak terbukti. Akhirnya,
Pepeng dibawa ke ahli saraf RSCM. Prof. Dr. dr. Yusuf Misbach, SpS. Ia
menjalani serangkaian pemeriksaan dengan menggunakan MRI dan pengambilan
cairan sumsum tulang belakang. 9 November, vonis itu datang. Pepeng
positif terkena multiple sclerosis.
Penyakit yang belum diketahui penyebabnya ini, datang dan pergi
mengusik penderitanya. Faktor emosi sangat berperan pada timbulnya
penyakit ini. Itu yang dirasakan Pepeng. Hal sekecil apapun yang
mengganggu pikirannya, akan membuatnya 'kambuh'. Jangankan kata-kata
yang bisa menyinggung perasaan, "Saya menonton televisi, acaranya tidak
saya suka, maka penyakit ini timbul." Jika timbul, maka Pepeng merasa
tegang hingga ke ruas lehernya. "Saya tidak punya power. Tidak bisa
bergerak," katanya. Masa kambuhnya bisa datang dua hari sekali bahkan
sehari dua kali.
Pengobatan menjadi masalah tersendiri. Interferon beta, obat untuk
penyakit ini hanya sanggup memperpanjang masa remisi penderita. Harganya
pun mahal sekali, mencapai Rp 10.400.000 untuk setiap 15 hari. Pepeng
yang sempat mencobanya, mengaku "berat". Kini, dengan dipandu seorang
dokter di Bumi Serpong Damai, Pepeng menjalani terapi makanan. Makanan
yang mengandung tepung, misalnya nasi dan kegemarannya menikmati sop
kambing, ia hindari. Konsumsi sehari-hari didominasi sayur mayur seperti
brokoli dan tomat. Tidak ketinggalan, vitamin C dosis tinggi, Omega 3,
coenzyme 100 mg, dan vitamin E 400 IU sebagai menu kesehariannya.
Untuk terapi fisik, kakinya yang lumpuh terus ia latih untuk
bergerak. Setiap harinya, seusai sholat subuh hinga menjelang pukul
tujuh, ia melakukan sit up dengan kaki ditekuk di pembaringan. Hasilnya?
"Sekarang saya sudah bisa menggerakkan kaki saya seperti ini," ujarnya
sambil meluruskan kaki lantas mengangkatnya. Pepeng juga sudah mampu
berdiri selama 60 hitungan atau kira-kira satu menit, sebanyak tujuh
kali dalam sehari. Tidak hanya itu. "Pernah saya merasa emosi. Namun,
penyakit saya nggak kambuh," katanya.
Semangat yang dimiliki Pepeng mungkin salah satu faktor yang
mempengaruhi kesembuhannnya. Ia tetap optimis melewati hari-harinya.
Tidak ada kesan sedih apalagi putus asa dari nada bicaranya. Senyum dan
tawa menyertai tiap ucapannya. Berbicara dengannya, seolah berhadapan
dengan orang sehat, jika tidak memperhatikan kursi roda yang
digunakannya. Pepeng berusaha tetap aktif melakukan kegiatannya. Kini,
ia sedang menyelesaikan tesis untuk merampungkan S2 psikologinya di
Universitas Indonesia . "Saya selalu ingin sehat," katanya. "Jika tidak
semangat, wah…bisa habis!"
Itu juga yang selalu ia katakan kepada mereka yang menderita penyakit
yang sama. Pepeng kerap melakukan komunikasi bahkan dengan mereka yang
berdomisili di kota lain, misalnya Solo. Ia rajin membuka internet untuk
melahap informasi yang berguna untuk kesembuhannya. Tertarik membentuk
perkumpulan multiple sclerosis? "Kalau di dunia kan sudah ada. Tapi
kemarin ada seorang bapak yang istrinya menderita MS, kita
ngobrol-ngobrol ada pembicaraan ke arah sana."
Bapak empat anak ini menyebut keluarga sebagai factor utama
kesembuhannya. Menurutnya, jika seseorang menderita sakit, maka yang
hebat adalah orang-orang yang mendampinginya. Pepeng memuji istrinya,
Tami Ferrasta, yang katanya sanggup membagi alokasi waktu, dana, dan
perasaan. "Istri saya adalah suster terbaik," katanya tergelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar