Lebih dari dua tahun, mantan juara lawak mahasiswa tahun 78 ini
terjebak dalam tempat tidur dan kursi roda. Sejak Juli 2005, Pepeng
Allah uji dengan penyakit langka. Namanya masih asing di telinga orang
kebanyakan, multiple sclerosis.
Penyakit ini menyerang susunan saraf pusat yang memunculkan
terjadinya proses inflamasi dan demyelinisasi. Akibatnya, terjadi
kerusakan saraf motorik, sensorik, dan otonom. Dari situlah, pria
kelahiran Sumenep Madura, 23 September 1954 ini mengalami kelumpuhan.
Awalnya, Pepeng dan keluarga tidak tahu jenis penyakit yang
menyerangnya. Selama kurang lebih 5 bulan, Pepeng dan keluarga
diombang-ambing dengan kebingungan dan ketidakpastian.
Setelah datang ke Prof. Dr. Jusuf Misbach di RSCM, Pepeng diperiksa
lebih rinci. Ada pemeriksaan tambahan yang tidak dilakukan dokter-dokter
sebelumnya. Seperti, MRI, EMG, pemeriksaan cairan otak, serta
pengambilan sumsung tulang belakang. Hasil pemeriksaan dikirim ke
Ameriksa Serikat untuk diteliti lebih lanjut.
Pada 5 November 2005, Prof. Misbach melaporkan hasil laboratorium
dari AS kepada Pepeng. Dari situlah pria yang pernah menjadi caleg
Partai Keadilan Sejahtera untuk daerah pemilihan Sumenep Madura pemilu
2004 ini tahu kalau penyakitnya bernama multiple sclerosis. Hingga saat
ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan. Kalau pun ada, hanya
memperpanjang jarak kambuh.
Sejak itu, hari-hari panjang dilalui Pepeng penuh keprihatinan. Ia
mencoba untuk tetap tegar dan sabar dalam menghadapi cobaan Allah yang
tentu menyimpan hikmah di balik beratnya itu.
Dalam suasana hidup yang jauh dari hiruk pikuk kesibukan umumnya,
ayah 4 anak ini mencoba memaknai hidup dengan lebih dalam. Ia rangkai
garis demi garis peristiwa yang pernah ia alami.
Berikut penuturan Pepeng kepada Eramuslim.
Sebelum saya sakit, saya selalu road show. Aspek yang saya fokuskan adalah dalam rangka jihad i'lami, sharing informasi tapi lebih ke multmedianya. Pada tanggal 29 Mei 2007, resmi berdiri Islamic Broadcasting Forum.
Sebelum saya sakit, saya selalu road show. Aspek yang saya fokuskan adalah dalam rangka jihad i'lami, sharing informasi tapi lebih ke multmedianya. Pada tanggal 29 Mei 2007, resmi berdiri Islamic Broadcasting Forum.
Dari aspek ide, sudah bagus. Mungkin peralatan yang masih perlu peningkatan.
Saya dan isteri sudah janji. Kalau sudah enakan, mau buka lagi
seperti di daerah Wanayasa Purwakarta. Melalui desa binaan itu, saya
berencana mau dibuatkan radio. Subhanallah, tuh radio efektifnya bukan
main dari sisi dakwah.
Banyak sekali hikmah yang ana bisa dapat selama ana sakit. Yang
bener-bener sekarang saya paham, bahwa kata adalah fakta. Bukan
pembentuk fakta. Kalau kecerdasan interpersonal saya, jadi saya
mengoreksi diri saya, mengenali diri saya, mencari kata yang pas untuk
diri saya itu salah. Berarti semua respon saya salah. Artinya, bahwa
semua akhlak saya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan.
Jadi, sekarang saya ngertiii sekali, kenapa Rasulullah menganjurkan
kita untuk bicara sesuai dengan bahasa kaum. Wah, ini dalem banget buat
saya.
Saya kan sedang mempersiapkan diri untuk menyelesaikan S3. Tapi,
belum dapet-dapet. Karena, memang di Indonesia belum ada institusi
kuliah jarak jauh, kecuali UT.
Saya merenung, apa sih yang membentuk dunia ini. Setelah saya cari,
ya kata. Hatta, Allah dengan firman-Nya yang absolut, mutlak benar,
tidak spekulatif, tidak asumtif; itu semua kata.
Itu semua yang akhirnya membuat saya jauuuh lebih dekat kepada keluarga saya.
Saya minta maaf ke isteri saya. Ternyata selama ini, saya nggak
pantes menjadi suami. Dari semua buku yang saya baca, Rasulullah belum
pernah membuat susah isterinya. Rasulullah selalu menghandle dirinya
sendiri.
Belakangan ini, bahkan dalam mengartikan sakit saya, dalam kalimat
pun itu sangat penting bagi diri saya. Misalkan kalau saya katakan, ini
adalah musibah. Kayaknya, kita terlalu kecil sampai dikasih musibah sama
Allah. Wallahu a'lam, apa saya salah.
Tapi menurut apa yang saya pahami, bahwa Allah tidak menghinakan
orang sakit. Justru, Allah memberikan previlej untuk orang sakit dengan
selalu dekat dengan yang sakit. Dari situ, ketakutan saya jadi hilang.
Waktu luka saya membesar, saya berduaan dengan isteri saya sudah
kayak profesor. Apa yang mesti saya lakukan? Kalau toh kita ke dokter,
ya aspek ekonomi lah. Yang kedua, mereka akan bolongin lagi. Dan saya
sudah ngalamin dibolongi sampai 18 senti.
(Penyakit yang menjangkit di tubuh Pepeng, akhir-akhir ini memunculkan luka di bagian belakang tubuh. Luka itu terus membesar dan mengeras. Karena itu, salah satu pengobatannya adalah dengan mencongkel luka itu.)
Terus saya bilang, apa saya nyerah aja ya. Nah, ini yang salah. Waktu disiapin pisau yang akan nyayat saya, isteri seperti ingin bilang, saya takut.
(Penyakit yang menjangkit di tubuh Pepeng, akhir-akhir ini memunculkan luka di bagian belakang tubuh. Luka itu terus membesar dan mengeras. Karena itu, salah satu pengobatannya adalah dengan mencongkel luka itu.)
Terus saya bilang, apa saya nyerah aja ya. Nah, ini yang salah. Waktu disiapin pisau yang akan nyayat saya, isteri seperti ingin bilang, saya takut.
Ternyata, dialog kami itu salah. Kita tidak saling mendukung. Nggak
mungkin saya akan maksa dia. Kedua, kalau fear factor dia masih ada,
sedangkan saya sudah hilang, saya harus ngajak dia. "Ya udahlah.
Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu nggak takut kan. Coba cek, congkel."
Bayangin, Allahu Akbar. Isteri saya ini baja banget. Anak-anak hampir
nggak percaya kalau saya diurus oleh isteri yang sopan banget. Semuanya
dia urus.
(Selama sakit, Pepeng tidak bisa menggerakkan tubuhnya kecuali bagian
pusat ke atas. Karena itu, ia hanya terbaring di tempat tidur. Selama
itu pulalah, semua keperluan ditangani isteri beliau. Mulai dari ganti
pakaian, selimut, hingga bersih-bersih diri.)
Saya kan nggak bisa ngurus buang air besar dan kecil sendiri. Semua diurusin isteri saya. Subhanallah!
Waktu luka saya dicabut isteri saya, saya lagi tidur. Saya tanya,
kenapa saya nggak dibangunin. Dia bilang, nggak. Aku takut nanti kamu
panik. Saya bilang, apa iya saya kelihatan panik? Dia bilang, ya nggak
lah.
Dulu kalau saya dapat komentar dari isteri saya tentang sakit saya,
saya langsung down. Nyungsep. Makanya, saya mohon pada Allah, supaya
diberi kecerdasan interpersonal. Ya Allah, kenalkan saya pada diri saya,
supaya aku bisa mengenal takdirMu dari sudut pandang yang bagus sekali.
Jadi, dengan berkata-kata dengan Allah, selalu muncul kekuatan pada diri saya.
Jadi, walaupun saya merasakan sesuatu yang nggak enak pada diri saya,
saya selalu mengucapkan, terima kasih ya Allah. Karena saya tahu itu
semua merupakan proses menuju kesembuhan diri saya.
Saya yakin, dari semua ilmu yang saya pelajari, kalau ada rasa sakit
yang berhenti, itu artinya ada perbaikan. Apalagi kalau sakit itu
membaik.
Dari semua itu, saya selalu mengeluarkan statemen kepada Allah. Saat
itu juga, ruhani saya jadi sehat. Dan kalau ruhani sehat, insya Allah,
urusan jasmani jadi terasa kecil.
Jadi, di antara hikmah yang bisa saya petik, kata-kata itu luar biasa. Hati-hati sekali dengan kata-kata.
Bahkan ketika saya ngomong sama anak-anak saya, rangkaian kata-kata
itu tidak harus keluar. Semua linguistik yang ada di tubuh kita program
perilakunya itu ada dalam kata-kata.
Rasulullah saw. pernah melarang sahabat memarahi orang yang kencing
di sebarang tempat. Soalnya, kencing itu bisa dibersihin. Tapi, hati itu
sulit dibersihin.
Ketika bicara dengan anak-anak, Rasulullah selalu menyamakan
tingginya dengan anak-anak. Jadi, mata dengan mata. Tidak ada superior
dan imperior.
Kalau seorang anak yang sampai mendongak ketika berkomunikasi dengan
orang tua, sebenarnya secara psikologis komunikasinya itu tidak jalan.
Saya perhatiin, apa yang terjadi di lingkungan kita itu pun karena ketidakbenaran susunan kata-kata.
Kita mesti punya kecerdasan untuk mengapresiasi apa pun yang ada pada
diri kita saat ini. Ternyata, memang ada kecerdasan baru dalam dunia
psikologi. Yaitu, kecerdasan mengapresiasi apa pun yang ada dalam diri
kita.
Kecerdasan inilah yang menjadikan seseorang tidak pernah mengenal
putus asa dalam hidup. Dari situ, saya simpulkan bahwa saya tidak sedang
sick. Saya hanya pain.
Silakan Allah kasih apa saja buat diri saya. Dan saya akan berusaha untuk selalu bersyukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar